KONSEP TOLERANSI DAN INTOLERANSI
DALAM TEKS SUCI AGAMA-AGAMA[1]
OLEH: ZAINAL ABIDIN, S.Sos.I
A.
Pendahuluan
Pada
dasawarsa terakhir, negeri ini telah mengalami banyak hal yang telah menyentuh
ranah kehidupan beragama. Banyak pengalaman baik manis atau pahit telah
dirasakan masyarakat beragama tanah air. Indonesia merupakan negara secara rill
memang terdiri dari berbagai agama maupun keyakinan rakyatnya. Sebuah gambaran masyarakat yang kental akan
nilai-nilai agama. Kondisi tersebut memberikan pemahaman akan adanya tingkat
dinamisasi agama, sehingga dapat
mewujudkan tatanan masyarakat yang benar-benar dinamakan tatanan masyarakat
beragama. Namun dibalik semuanya, tentunya sebuah keniscayaan bagi tiap-tiap pemeluk agama dan pemilik
keyakinan yang ada akan sebuah sikap dan perilaku yang dapat mencerminkan
adanya pribadi yang komitmen terhadap keyakinan dan agamanya tersebut.
Salah
satu sikap yang dapat mewujudkan tatanan masyarakat yang harmonis secara agama
dan keyakinan adalah sifat dan sikap toleransi. Toleransi merupakan key word terwujudnya civil society di negeri ini. Manakala
toleransi dapat terwujud, maka dengan
mudah gerbang kerukunan beragama akan berjalan dengan lancar. Namun sebaliknya
tatkala toleransi tercabik-cabik dari pemahaman pemeluk agama, maka akan sulit
terwujud situasi dan kondisi yang mencerminkan kerukunan
beragama, bahkan tidak jarang menimbulkan anarkhisme, radikalisme maupun
terorisme.[2]
Mengutip dari pernyataan Azra, Indonesia adalah
negara majemuk, yang terdiri dari berbagai suku bangsa, budaya, agama, etnis
dan sebagainya. Negeri ini akan dikatakan Indonesia, manakala bisa menjaga dan
melestarikan kemajemukan yang dimilikinya. Sehingga menjadi sebuah keharusan
bagi setiap anak bangsa Indonesia untuk menata kehidupannya khususnya
keberagamaannya di negeri ini.[3]
Dengan
ajaran iman sebagai dasar dalam mengarungi kehidupan, maka manusia akan mampu
berinteraksi sosial dengan baik. Ajaran-ajaran Tuhan akan mewarnai seluruh
aktivitas social, karena seluruh pemikiran dan jiwanya telah terintegrasi oleh
nilai-nilai ke-Tuhanan yang mengajarkan sikap harga-menghargai, menghormati,
menjaga kerukunan sesama.
Dari pemaparan singkat diatas, pemakalah membatasi makalah ini hanya
seputar toleransi dan intoleransi dalam agama-agama, yang terdiri dari berbagai
suku bangsa, budaya, agama, etnis dan sebagainya.
B.
Landasan
Dasar
Toleransi merupakan salah satu bentuk akomodasi tanpa
persetujuan yang formal. Kadang-kadang apa yang dinamakan toleransi
merupakan sebuah aktivitas yang muncul tanpa kompromi atau direncanakan.
Hal demikian dikarenakan adanya watak orang-perorangan atau kelompok-kelompok
masyarakat untuk menghindarkan diri dari perselisihan atau pertentangan. Dalam masyarakat kita, toleransi mengalami pasang surut, hal
ini dipicu oleh adanya pemahaman distingtif yang bertumpu pada relasi ”mereka”
dan ”kita” secara berlebihan. Seluruh umat beragama di Indonesia harus memiliki
rasa tanggung jawab untuk mewujudkan keadilan dan kedamaian. Hal demikian tidak
mungkin dapat dicapai hanya dengan mengandalkan teologi eksklusif yang
hanya berhenti pada klaim kebenaran.
Konsep yang harus dibangun adalah
pemahaman pluralisme yang beroientasi pada kemanusiaan. Toleransi ditujukan
untuk pembangunan bangsa yang damai dan sejahtera dengan cara memberikan
pemahaman pada anggota masyarakat agar memiliki sikap, saling
menghormati, saling menghargai, dan saling menerima di tengah-tengah keragaman
budaya, suku, agama, dan kebebasan berekspresi yang sesuai dengan nilai-nilai
bangsa Indonesia. Dengan adanya sikap toleransi, warga suatu komonitas dapat
hidup berdampingan secara damai, rukun, dan bekerja sama dalam mengatasi
berbagai permasalahan yang terjadi dilingkungannya.
Toleransi beragama dalam upaya
menghormati kepercayaan orang lain bukan berarti menerima dan menjalankan
kepercayaan orang lain yang berbeda dengan kepercayaan diri sendiri. Setiap agama memiliki perbedaan
dalam konteknya masing-masing, namun perbedaan dalam konsep agama bukan
dianggap sebagai lawan tetapi memupuk keyakinan para pengikutnya.[4]
Sebagai
dasar dalam mewujudkan sikap toleransi dan kerukunan hidup antarumat beragama,
sebagaimana intruksi Presiden Republik Indonesia yang telah memberikan tugas
untuk dilaksanakan oleh Menteri Agama yaitu:
1. Membimbing
dan mengarahkan seluruh umat beragama agar masuk dalam kerangka pelaksanaan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2. Mengarahkan
supaya seluruh umat beragama di Indonesia menjadi factor yang membantu usaha
pemantapan stabilitas dan ketahanan nasional.
3. Menghilangkan
segala keraguan dan kecurigaan yang sudah berjalan hamper sejak awal
kemerdekaan antarumat beragama dan pemerintah, sehingga akhirnya umat beragama
dan pemerintah dapat bersama-sama membangun Bangsa dan Negara berdasarkan
Pancasila[5]
Serangkaian
dengan tugas tersebut, Menteri Agama RI menetapkan tiga prioritas Nasional dan
pembinaan kehidupan beragama yang meliputi:
1. Menetapkan
Ideologi dan falsafah Pancasila dalam kehidupan umat beragama dan di lingkungan
aparatur Departemen Agama.
2. Membantu
usaha memantapkan stabilitas dan ketahanan nasional dengan membina “Tiga
Kerukunan Hidup” yaitu:
a. Kerukunan
Intern Umat Beragama
b. Kerukunan
Antarumat Beragama
c. Kerukunan
Antara Umat Beragama dengan Pemerintah.
3. Meningkatkan
partisipasi umat beragama dalam menyukseskan dan mengamalkan pelaksanaan di
segala bidang yang berkesinambungan.[6]
Instruksi
Presiden dan Menteri Agama RI di atas merupakan usaha untuk memantapkan
terciptanya kerukunan hidup antar umat beragama.
C.
Toleransi
Dalam Agama
Istilah
“toleransi” berasal dari bahasa Latin, toleran,
yang berarti membiarkan mereka yang berpikiran lain atau berpandangan lain
tanpa dihalang-halangi.[7] Toleransi di dalam bahasa Arab diartikan ikhtimal, tasyaamuh yang artinya sikap
membiarkan, lapang dada.[8]
Atau ada yang memberi arti, toleransi dengan kesabaran hati atau membiarkan,
dalam arti menyabarkan diri walaupun diperlakukan tidak senonoh umpamanya.[9]
Jadi
pada umumnya istilah toleransi diartikan sebagai pemberian kebebasan kepada
semua manusia atau sesama warga masyarakat untuk menjalankan keyakinannya, atau
mengatur kehidupannya dan menentukan nasibnya masing-masing selama di dalam menjalankan
dan menentukan sikapnya itu tidak melanggar dan tidak bertentangan dengan
syarat-syarat azas tersiptanya ketertiban dan perdamaian dalam masyarakat.
W.J.S.
Poerwadarminta dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia memberikan penjelasan bahwa: “Toleransi berarti sifat atau sikap
menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan, kebiasaan, kelakuan dan
sebagainya).[10]
Dari
perumusan diatas dapat dipahami bahwa toleransi berarti kelapangan dada dalam
arti rukun kepada siapapun, membiarkan orang lain berpendapat atau berpendirian
lain, tidak mau mengganggu kebebasan berpikir ataupun berkeyakinan lain. Dengan
kata lain toleransi adalah
suatu sikap mental yang menunjukan kesabaran dan lapang dada, menghargai
pikiran atau pendapat, keyakinan atau agama orang lain dan sebagainya.
Mengutip
dari Zagorin (2003) toleransi adalah istilah dalam konteks social, budaya dan agama yang berarti sikap dan
perbuatan yang melarang adanya diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang
berbeda atau tidak dapat diterima oleh mayoritas dalam suatu masyarakat
mengizinkan keberadaan agama-agama lainnya.[11]
Menurut
penulis, toleransi agama dapat di artikan pengakuan akan adanya kebebasan
setiap warga negara untuk memeluk sesuatu agama yang menjadi keyakinannya dan
kebebasan menjalankan ibadahnya.
Maka tiap-tiap umat beragama berkewajiban menahan diri, dengan demikian semua
pihak diharapkan tidak menyinggung perasaan umat agama lain. Hidup rukun dan
toleransi ini bukan berarti mencampuri ajaran agama yang satu dengan yang lain.
Dengan toleransi dan kerukunan ini diharapkan dapat
terwujud ketenangan, saling menghargai ketertiban dan keaktifan menjalankan
ibadah menurut agama dan keyakinannya masing-masing.[12]
Kerukunan hidup antarumat beragama merupakan ajaran agama dan agama adalah
suatu hukum peraturan hidup yang bersumber pada Tuhan Yang Maha Esa.
D.
Intoleransi Dalam Agama
Di era reformasi ini, kemajemukan masyarakat
cenderung menjadi beban daripada modal bangsa Indonesia. Hal ini terlihat dari
munculnya berbagai masalah yang sumbernya berbau kemajemukan, khususnya bidang
agama. Seharusnya agama jangan diisolasi dari persoalan publik. Kesenjangan
dalam kehidupan sosial kian hari menjadi masalah yang sangat kompleks. Dimana
yang kaya menjadi semakin kaya dan yang miskin semakin menderita dengan
kemiskinannya. Hal ini terjadi karena agama kurang dikontekstualisasikan dalam
kehidupan sosial, bahkan terkadang agama dan kesalehan adalah topeng belaka
yang hanya memperlihatkan kebaikan semu saja.[13]
Kini mulai terjadi kemunduran atas
rasa dan semangat kebersamaan yang sudah dibangun selama ini. Intoleransi
semakin menebal ditandai dengan meningkatnya rasa benci dan saling curiga
diantara sesama anak bangsa. Bahkan rasa individual semakin melekat dalam
kehidupan sosial dan cenderung menutup diri dari orang lain. Hegemoni mayoritas
atas minoritas pun semakin menebal, mengganti kasih sayang, tenggang rasa, dan
semangat untuk berbagi. Intoleransi muncul akibat hilangnya komitmen untuk
menjadikan toleransi sebagai jalan keluar untuk mengatasi berbagai persoalan
yang membuat bangsa terpuruk. Kita semua tau bahwa setiap agama, baik islam,
Kristen dan agama-agama lain mengajarkan kebaikan dan hidup toleransi, namun
pada kenyataannya justru konflik dan pertikaian sering terjadi yang
mengatasnamakan harga diri karena untuk mempertahankan agama. Padahal agama
seharusnya bisa menjadi energi posistif untuk membangun nilai toleransi guna
mewujudkan negara yang adil dan sejahtera serta hidup berdampingan dalam
perbedaan.[14]
Untuk itu kita perlu menyadari
walaupun setiap agama tidak sama, tetapi agama selalu mengajarkan toleransi,
baik dalam beragama maupun hidup dalam dunia majemuk dan diperlukan kesediaan
menerima kenyataan bahwa dalam masyarakat ada cara hidup, berbudaya, dan
berkeyakinan agama yang berbeda. Keanekaragaman itu indah bila kita menyadari
dan mensyukuri setiap perbedaan yang ada dan menjadikan perbedaan itu sebagai
warna-warni kehidupan seperti halnya pelangi yang terdiri dari warna-warna yang
berbeda namun menyatu untuk memancarkan keindahan.
Setiap pemeluk agama akan memandang
benar agama yang dipeluknya. Karenanya akan amat riskan untuk memaksakan suatu agama
terhadap orang yang sudah beragama. Memberikan kebebasan kepada setiap pemeluk
suatu agama untuk menjalankan agamanya secara patut adalah sikap demokratis di
dalam beragama. Dan memperkenalkan identitas agama yang dipeluk kepada pemeluk
agama lain agar saling memaklumi dan menghormati adalah langkah arif dalam
membina hubungan antar umat beragama.
Tidak dibolehkannya memaksakan suatu
agama ialah karena manusia itu dipandang mampu untuk membedakan dan memilih
sendiri mana yang benar dan mana yang salah. Manusia dianggap sudah dewasa, dan
mengerti akan risiko dari pilihannya. Maka tatkala pilihan ditetapkan, adalah
menjadi hak manusia untuk menjalankan ritual-ritual agamanya tanpa ada gangguan
dari pihak-pihak lain,
Inilah yang dinamakan dengan pluralisme positif di dalam beragama.
Inilah yang dinamakan dengan pluralisme positif di dalam beragama.
Di mana pertama, adanya pengakuan akan selain agama sendiri,
bahwa ada agama lain yang harus dihormati (pluralisme). Kedua, bahwa
masing-masing pemeluk agama harus tetap memegang teguh agama yang dipeluknya
(positif). Pluralisme ini akan menjadi negatif kalau orang berpandangan bahwa
seluruh agama itu sama, sehingga dengan mudah bergonta-ganti agama, seolah-olah
beragama itu bukan suatu urusan besar. Atau dengan adanya pandangan bahwa tidak
ada keselamatan, kecuali pada agama yang diyakininya. Sehingga misi utamanya
adalah mengajak orang yang sudah beragama untuk berpindah agama.[15]
Sekarang, sikap intoleran itu mulai menyeruak. Kasus
kekerasan terhadap jemaat Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di
Bekasi, Jawa Barat, adalah salah satunya. Ini tentunya mengundang pertanyaan
sekaligus keprihatinan. Apakah itu wujud sikap intoleransi beragama, ataukah
murni kriminal yang sama sekali tidak dilatarbelakangi oleh motif
keagamaan? Jika
kasus kekerasan itu betul dilatarbelakangi oleh sikap intoleransi dalam
beragama, maka sebenarnya pendidikan toleransi antar umat beragama tengah
dipertanyakan. Akan menjadi PR besar bagi pemerintah, berikut para pimpinan
keagamaan untuk memberikan pengertian kepada umatnya untuk sama-sama menjunjung
tinggi sikap toleransi antar umat beragama agar tercipta kenyamanan dalam
menjalankan ibadah keagamaan yang diyakini.[16]
Namun jika kasus kekerasan itu murni kriminal biasa, maka
pemerintah dengan aparat terkait, yaitu Polri, hendaknya sesegera mungkin
mengusut tuntas persoalan ini. Pengusutan tuntas kasus ini diharapkan bisa
meredam kecurigaan dan spekulasi yang bisa memperkeruh suasana. Adapun yang lebih penting lagi,
terkait kasus ini, seluruh komponen bangsa hendaknya tidak terpengaruh dan terprovokasi.
Dan terhadap seluruh kasus yang semacam ini, pengendalian diri menjadi amat
penting, agar suasana tetap kondusif. Akan banyak kerugian yang didapatkan jika
situasi menjadi keruh, dan tentunya akan sangat memalukan bagi bangsa yang
terkenal menjunjung tinggi pluralisme beragama ini. Perlu diperhatikan, bahwa
keberagamaan yang berakar kuat dari kesadaran pribadi ini semestinya memberikan
nilai limpah terhadap upaya perbaikan masalah-masalah kemanusiaan. Di mana
implikasi praktis dari melayani Tuhan adalah pelayanan terhadap sesama manusia.
Maka menjadi tidak terlalu penting keragaman agamanya, yang penting untuk
dipertanyakan adalah bagaimana kualitas keberagamaannya.
Mengutip dari
pendapat Prof. Mr. R.H. Kasman Singodimejo, ada lima faktor penyebab terjadinya
bentrokan antarumat beragama, yakni:
1.
Dangkalnya pengertian dan kesadaran
beragama.
2.
Fanatisme negatif.
3.
Cara dakwah dan propaganda yang salah.
4.
Perlakuan yang tidak adil terhadap
agama lain.
5.
Objek dakwah dan propaganda agama.[17]
Dengan
meningkatkan pemahaman dan amal perbuatan umat beragama sesuai dengan keyakinan
dan agama yang dipeluknya serta meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap
pemeluk agama lain merupakan pondasi yang kokoh untuk membangun toleransi dan
kerukunan hidup umat beragama.
E.
Dasar-Dasar
Ajaran Agama Tentang Toleransi
Dengan
munculnya pengetahuan dan pemahaman terhadap
agama-agama lain, menyebabkan adanya sikap saling pengertian dan toleransi
terhadap orang lain dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tumbuh kerukunan
hidup beragama. Dan kerukunan hidup beragama itu dimungkinkan karena tiap-tiap
agama memiliki dasar ajaran untuk hidup rukun. Jadi semua agama itu mengajarkan
untuk senantiasa hidup damai dan rukun dalam hidup dan kehidupan sehari-hari.[18]
1.
Agama
Hindu
Pandangan
agama Hindu tentang kerukunan hidup antarumat beragama dapat diketahui dari
tujuan agama Hindu, yakni “Moksarthan
Jagathita Ya ca iti Dharma” yang artinya mencapai kesejahteraan hidup
manusia baik jasmani maupun rohani.
Berangkat
dari pengertian tersebut, maka untuk mencapai kerukunan umat beragama manusia
harus mempunyai dasar hidup yang disebut Catur
Perusa Artha. Yakni Dharma Artha, Kama dan Moksha. Ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a. Dharma
berarti susila dan berbudi luhur. Dengan Dharma seseorang dapat mencapai
kesempurnaan hidup, baik untuk diri, keluarga dan masyarakat (umat manusia).
Apabila Dharma ini telah terwujud,
maka tujuan hidup lainnya seperti Artha, Kama dan Moksha akan dialami pula.
b. Artha
berarti kekayaan, dapat memberikan kenikmatan dan kepuasan hidup, serta cara
mencapainya harus dilandasi Dharma.
c. Kama bermakna
kenikmatan dan kepuasan, seperti kesenian dapat memuaskan orang. Kama dapat
pula dipuaskan oleh Artha, sehingga dalam mencari Artha dam pemakaiannya harus
berdasarkan Dharma. Oleh karena itu
kalau orang mencari Kama dan Artha terlebih dahulu harus melaksanakan Dharma,
dan tidak boleh menyimpang dari Dharma.
d. Moksha adalah
merupakan kebahagian abadi, yakni terlepasnya atman ( jiwa ) dari lingkaran sanfara, atau berstatusnya kembali atman dengan paramatma, dan moksha
menjadi tujuan terakhir dari agama Hindu yang setiap saat dicari sampai
berhasil. Mencapai Moksha dasarnya juga Dharma, jadi hanya Dharmalah yang dapat
dipakai sebagai wahana untuk sampai kepada Moksha.
Jadi
keempat dasar ini merupakan titik tolak terbinanya kerukunan hidup umat
beragama dalam agama Hindu.
2.
Agama
Buddha
Pandangan
dasar agama Budha tentang kerukunan hidup umat beragama dapat dicapai melalui
empat kebenaran, yakni:
a. Hidup
adalah suatu penderitaan ( Dhuka-Satya)
b. Penderitaan
disebabkan karena keinginan rendah (Samudaya-Satya)
c. Apabila
tanha (keinginan rendah) dapat
dihilangkan maka penderitaan akan berakhir.
d. Jalan
untuk menghilangkan keinginan rendah ialah melaksanakan 8 jalan utama yaitu;
pengertian yang benar, pikiran yang benar, ucapan yang benar, perbuatan yang
benar, keadaan yang benar, mata pencaharian yang benar, daya upaya yang benar,
pemusatan pikiran (konsentrasi) yang benar (
Marga Satya).
Atas
dasar ajaran agama Budha tentang kerukunan hidup beragama di atas, maka dalam
pelayanan Budha Gautama terhadap manusia berarti telah dilaksanakan dengan
dasar sebagai berikut:
a. Keyakinan
Tuhan Yang Maha Esa tidak dapat ditembus oleh pikiran manusia.
b.
Metta,
welas
asih yang menyeluruh terhadap semua makhluk, sebagai kasih ibu terhadap
putranya yang tunggal.
c.
Karunia,
kasih
sayang terhadap sesama makhluk, dan kecendrungan untuk selalu selalu
meringankan penderitaan makhluk lain.
d.
Mudita,
perasaan
turut bahagia dengan kebahagiaan makhluk lain tanpa benci, iri hati dan
perasaan prihatin bila ada makhluk lain menderita.
e.
Karma,
reinkarnasi
atau hukum umum yang kekal, karena ini adalah hukum sebab akibat. Oleh sebab
itu karma adalah jumlsh keseluruhan dari perbuatan-perbuatan baik dan tidak
baik.[19]
Teks toleransi dalam agama Budha Dalam kitab tipitaka
1)
DIGHA NIKAYA I:3
"Para
bhikkhu, jika seseorang menghina-Ku, Dhamma, atau Sangha, (3) 'kalian tidak boleh marah,
tersinggung, atau terganggu akan hal itu. Jika kalian marah atau tidak senang
akan penghinaan itu, maka itu akan menjadi rintangan bagi kalian. Karena jika
orang lain menghina-Ku, Dhamma, atau Sangha, dan kalian marah atau tidak
senang, dapatkah kalian mengetahui apakah yang mereka katakan itu benar atau
salah?' ,'Tidak, Bhagava.' 'Jika orang lain menghina-Ku, Dhamma, atau Sangha,
maka kalian harus menjelaskan apa yang tidak benar sebagai tidak benar,
dengan Apa yang Bukan Ajaran mengatakan:
"Itu tidak benar, itu salah, itu bukan jalan kami, itu tidak ada pada kami."
2)
UPALI SUTTA 16-17
(16) "Selidikilah dengan seksama, perumah-tangga.
Sungguh bagus bila orang-orang terkenal seperti engkau menyelidiki dengan
seksama."
"Yang Mulia, saya bahkan merasa lebih puas dan senang dengan Yang Terberkahi karena memberitahukan hal itu kepada saya. Bagi kelompok-kelompok sekte lain, ketika memperoleh saya sebagai siswa mereka, mereka akan membawa spanduk ke seluruh Nalanda dan mengumumkan: 'Perumah-tangga Upali telah menjadi siswa di bawah kami.' Tetapi sebaliknya, Yang Terberkahi memberitahukan saya: 'Selidikilah dengan seksama, perumah-tangga. Sungguh bagus bila orang-orang terkenal seperti engkau menyelidiki dengan seksama.' Maka, untuk kedua kalinya, Yang Mulia, saya pergi pada Guru Gotama untuk perlindungan dan pada Dhamma dan pada sangha para bhikkhu. Sejak hari ini biarlah Guru Gotama menerima saya sebagai umat yang telah pergi kepada Beliau untuk perlindungan sepanjang hidup saya."
"Yang Mulia, saya bahkan merasa lebih puas dan senang dengan Yang Terberkahi karena memberitahukan hal itu kepada saya. Bagi kelompok-kelompok sekte lain, ketika memperoleh saya sebagai siswa mereka, mereka akan membawa spanduk ke seluruh Nalanda dan mengumumkan: 'Perumah-tangga Upali telah menjadi siswa di bawah kami.' Tetapi sebaliknya, Yang Terberkahi memberitahukan saya: 'Selidikilah dengan seksama, perumah-tangga. Sungguh bagus bila orang-orang terkenal seperti engkau menyelidiki dengan seksama.' Maka, untuk kedua kalinya, Yang Mulia, saya pergi pada Guru Gotama untuk perlindungan dan pada Dhamma dan pada sangha para bhikkhu. Sejak hari ini biarlah Guru Gotama menerima saya sebagai umat yang telah pergi kepada Beliau untuk perlindungan sepanjang hidup saya."
(17) "Perumah-tangga, keluargamu sudah lama menopang para Nigantha dan engkau
harus mempertimbangkan bahwa dana makanan harus diberikan kepada mereka bila mereka datang."
"Yang
Mulia, saya bahkan merasa lebih puas dan senang dengan Yang Terberkahi karena
memberitahukan hal itu kepada saya. Yang Mulia, saya telah mendengar kabar
bahwa petapa Gotama berkata demikian: 'Pemberian harus diberikan hanya
kepadaku; pemberian tidak boleh diberikan kepada orang lain. Pemberian harus
diberikan hanya kepada siswaku; pemberian tidak boleh diberikan kepada siswa
orang lain. Hanya apa yang diberikan kepadaku saja yang sangat bermanfaat,
bukan apa yang diberikan kepada orang lain. Hanya apa yang diberikan kepada
siswaku saja yang sangat bermanfaat , bukan apa yang diberikan kepada siswa
orang lain.' Tetapi sebaliknya, Yang Terberkahi bahkan mendorong saya untuk
memberikan pemberian kepada para Nigantha. Tetapi, kami akan mengetahui waktu
untuk hal itu, Yang Mulia. Maka, untuk ketiga kalinya, Yang Mulia, saya pergi
pada Guru Gotama untuk perlindungan dan pada Dhamma dan pada Sangha para
bhikkhu. Sejak hari ini biarlah Guru Gotama menerima saya sebagai umat yang telah
pergi kepada Beliau untuk perlindungan sepanjang hidup saya.
"3). MAKLUMAT RAJA ASOKA dalam PRASASTINO: XXII:
"Janganlah
kita menghormati agama kita sendiri dengan mencela agama lain. Sebaliknya agama
lainpun hendaknya dihormati atas dasar-dasar tertentu. Dengan berbuat demikian
kita membuat agama kita sendiri berkembang, selain menguntungkan pula agama
lain. Jika kita berbuat sebaliknya kita akan merugikan agama kita sendiri,
disamping merugikan agama lain. Oleh karena itu, barangsiapa menghormati
agamanya sendiri dan mencela agama lain, semata-mata terdorong oleh rasa bakti
kepada agamanya sendiri dengan pikiran bagaimana aku dapat memuliakan agamaku
sendiri, justru ia akan merugikan agamanya sendiri. Karena itu kerukunan
dianjurkan dengan pengertian biarlah semua orang mendengar dan bersedia
mendengar ajaran yang dianut orang lain."[20]
3.
Agama
Katholik
Kerukunan
hidup beragama menurut ajaran Kristen Katholik sebagaimana tercantum dalam Deklarasi Konsili Vatikan II tentang sikap gereja terhadap agama-agama bukan
Kristen didasarkan pada Kisah Rasul-Rasul 17:16. Adapun segala bangsa itu
merupakan satu masyarakat, dan asalnya pun satu juga, karena Allah menjadikan
seluruh bangsa manusia untuk menghuni seluruh bumi.
Selain itu, sikap gereja terhadap agama-agama sebagaimana
dinyatakan dalam mukaddimah pada Deklarasi Konsili Vatikan yaitu “ Dalam zaman
kita ini di mana bangsa manusia makin hari erat bersatu, hubungan antara bangsa
menjadi kokoh, lebih seksama mempertimbangkan bagaimana hubungan-hubungannya
dengan agama-agama Kristen lain.
Deklarasi tersebut berpegang teguh pada hukum yang paling
utama yaitu: “Kasihanilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimudan dengan segenap
jiwamu dan dengan segenap hal budimu dan dengan segenap kekuatanmu. Dan
kasihanilah sesama manusia seperti dirimu sendiri (Mark, 12:30-31. Luk, 10:27.
Mat 22; 37-40).
Teks-teks suci
Markus, 12: 31-31
12:30
Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap akal budimu dan dengan segenap kekuatanmu.
12:31
Dan
hukum yang kedua ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Tidak ada hukum lain yang lebih utama dari pada kedua hukum ini."
Lukas,
12: 27
12:27
Perhatikanlah
bunga bakung, yang tidak memintal dan tidak menenun, namun Aku berkata
kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah
satu dari bunga itu.
Matius,
22: 37-40
22:37
Jawab
Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu.
22:38
Itulah
hukum yang terutama dan yang pertama.
22:39
Dan
hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia
seperti dirimu sendiri.
22:40
Pada
kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."
4.
Agama
Protestan
Dalam ajaran agama ini disebutkan bahwa aspek kerukunan
hidup beragama itu dapat diwujudkan melalui Hukum Kasih yang merupakan norma
dan pedoman hidup yang terdapat dalam Al-Kitab. Hukum kasih tersebut ialah
mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia ( Mat 22: 37. Rum 13; 10. Kor
13-4-7.)
Teks-teks
suci
Matius,
22:37
22:37 Jawab
Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap akal budimu.
Roma,
13:10
13:10
Kasih
tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan
hokum Taurat.
Korintus,
13: 4-7
13:4
Kasih
itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan
tidak sombong.
13:5 Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak
mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan
orang lain.
13:6
Ia
tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran.
13:7
Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala
sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu.
5.
Agama
Islam
Dasar ajaran agama Islam tentang toleransi dan kerukunan
hidup antar umat beragama adalah sangat jelas dengan mendukung secara positif
yang berdasarkan pada pelajaran al-Qur’an.
1.
Surah Asy-Syuura ayat 15: yang artinya:
Maka Karena itu Serulah (mereka
kepada agama ini) dan tetaplah sebagai mana diperintahkan kepadamu dan
janganlah mengikuti hawa nafsu mereka dan Katakanlah: "Aku beriman kepada
semua Kitab yang diturunkan Allah dan Aku diperintahkan supaya berlaku adil
diantara kamu. Allah-lah Tuhan kami dan Tuhan kamu. bagi kami amal-amal kami
dan bagi kamu amal-amal kamu. tidak ada pertengkaran antara kami dan kamu,
Allah mengumpulkan antara kita dan kepada Nyalah kembali (kita)"
2.
Surah Al-Kafrun
1.
Katakanlah: "Hai orang-orang kafir,
2. Aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah.
3. Dan kamu bukan
penyembah Tuhan yang Aku sembah.
4. Dan Aku tidak
pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah,
5. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan
yang Aku sembah.
6. Untukmu
agamamu, dan untukkulah, agamaku."[21]
Dari beberapa pemaparan diatas semakin jelas bahwa setiap agama memiliki dasar
pokok yang mendorong terwujudnya hidup toleransi dan membina kerukunan di
antara intern dan antar umat beragama. Hal ini dapat direalisasikan apabila
konsep toleransi dan kerukunan tersebut dilakukan oleh para tokoh agama maupun
pemeluk masing-masing agama yang dikuatkan dengan kebijakan pemerintah yang
mendukung terciptanya kerukunan hidup bersama tersebut.
Selain itu etika juga menjadi salah satu instrumen
penting untuk menumbuhkan kehidupan yang penuh kebajikan, termasuk kehidupan
yang penuh toleran antar penganut agama. Hubungan yang dinamis antara agama
sebagai subyek yang aktif dengan pikiran, perbuatan dan tujuan keberagaman
masing-masing.[22]
F. Teks-Teks
Suci Keagamana Tentang Intoleransi
A. Agama
Kristen
Kejadian 49:5 “Simeon dan Lewi
bersaudara; senjata mereka ialah alat kekerasan”
I Samuel
12:4 Jawab mereka:
"Engkau tidak memeras kami dan engkau tidak memperlakukan kami dengan
kekerasan dan engkau tidak menerima apa-apa dari tangan siapa pun."
Ayub 35:9 “Orang menjerit
oleh karena banyaknya penindasan, berteriak minta tolong oleh karena kekerasan
orang-orang yang berkuasa;”
Mazmur 58:3 “Malah sesuai
dengan niatmu kamu melakukan kejahatan, tanganmu, menjalankan kekerasan di
bumi.”
Ayat ini ditemukan sebanyak 75 ayat dalam kitab Injil.
B.
Agama Islam
QS.At-Taubah:123
“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
“Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
QS
At-Tahrim:9
“Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahannam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.”
“Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahannam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.”
QS.Al-Baqaroh:191
“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.”
“Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil Haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), maka bunuhlah mereka. Demikianlah balasan bagi orang-orang kafir.”
G. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulakan, ada beberapa yang
perlu dibina untuk menumbuhkan dan mengembangkan sikap toleransi, diantaranya:
1.
Tetap
memberi kebebasan pada penganut agama lain serta tidak memaksa dengan kekuatan
untuk mengikuti ajarannya.
2.
Memberikan
hak untuk mempercayai agama dan kepercayaannya yang dianggap benar, kemudian
tidak memaksakan untuk meninggalkan kewajibannya.
3.
Tidak
mempersempit gerak penganut agama lain dalam melakukan hal-hal yang mereka
percayai dalam agama mereka.
Disamping itu untuk untuk menumbuhkan dan mengembangkan
kehidupan toleransi antarumat beragama, hendaknya dihindari seperti:
1.
Sikap
dan perbuatan yang mencampuradukan ajaran agama dari agama yang berbeda-beda.
2.
Sikap
dan perbuatan yang acuh tak acuh terhadap agama.
3.
Sikap
panatik yang dangkal serta berlebih-lebihan dan tidak saling menghormati
antarumat beragama.
Dengan mengembangkan sikap toleransi dan kerukunan umat
beragama diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan adanya “potensi pada diri individu maupun kelompok”
untuk membangun masyarakat yang agamis, toleran, demokratis serta adil dam
makmur dalam lingkungan pergaulan yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
H. Daftar
Pustaka
Bin
Nuh, H. Abdullah, Kamus
Baru. Jakarta;
Pustaka Islam, Cet. 1.
Departemen
Agama Ri, Pedoman Dasar Kerukunan Hidup
Antar Umat Beragama, Jakarta; Proyek Pembinaan Kerukunan Beragama, 1979.
Episteme, Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, Vol 4. 2009.
Kamus
Populer,
Surabaya; Ksatria, Cet. Ke VII,
Merayakan Kebebasan Beragama Bunga Rampai Menyambut
70 Tahun Djohan Effendi, Jakarta, ICRP, 2009.
Mulyono, Drs. Bashori,MA, “Ilmu
Perbadingan Agama,” Indramayu, Pustaka Sayid Sabiq, 2010.
Poerwadarminta, W.J.S, “Kamus Besar
Bahasa Indonesia, di olah kembali oleh pusat pembinaan dan pengembangan bahasa.” Jakarta:
Pustaka, 1982.
Syaefullah, Asep, Merukunkan
Umat Beragam, Jakarta, Grafindo Khazanah Ilmu, 2007.
www.wihara.com/.../3959-ayat-ayat-dalam-kitab-tipitaka
[1] Makalah
disusun oleh : Zainal Abidin, S.Sos.I/Konsentrasi :
Studi Agama dan Resolusi Konflik/SMT. I, diajukan
untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah :
Studi Komperatif Teks Suci Keagamaan Topik-topik tentang Perdamaian, dosen
pengampu : Prof. Dr. Djam’anuri, MA.
[5] Departemen Agama RI, Pedoman Dasar Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama, Jakarta; Proyek
Pembinaan Kerukunan Beragama, 1979, Hlm. 7
[7] Lihat Merayakan Kebebasan Beragama Bunga Rampai Menyambut 70 Tahun Djohan
Effendi, Jakarta, ICRP, 2009, Hlm. 80
[10] W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, di olah
kembali oleh pusat pembinaan dan pengembangan bahasa. Jakarta: Pustaka,
1982, Hlm.
1084
[12]
Drs. Bashori Mulyono, MA, “Ilmu
Perbadingan Agama,” Indramayu, Pustaka Sayid Sabiq, 2010. Hlm. 130
[14]
Ibid.
[17]
Lihat Kasman Singodimejo dalam Drs. Bashori Mulyono, MA, “ilmu ... hlm. 132
Tidak ada komentar:
Posting Komentar